Laman

Selasa, 27 Maret 2012

Komparasi Teori Pembelajaran : Kekuatan dan Kelemahan

Teori Pembelajaran dan Praktik Desain Pengajaran

Apa perbedaan di antara teori-teori pembelajaran dalam kaitannya dengan praktik desain pengajaran? Apakah satu pendekatan lebih mudah dicapai daripada yang lain? Untuk menunjukkan hal ini, orang mungkin mempertimbangkan bahwa teori kognitif adalah teori yang dominan dalam desain pengajaran dan banyak strategi pengajaran yang dianjurkan dan digunakan oleh para behavioris yang juga digunakan oleh pada kognitivis, tapi untuk alasan yang berbeda. Misalnya, kaum behavioris menilai pada pembelajar menentukan suatu titik berangkat bagi pengajaran, ketika kaum kognitivis melihat pembelajar menentukan kecenderungan mereka terhadap pembelajaran (Ertmer & Newby, 1993). Dengan mengingat hal ini, praktik desain pengajaran bisa dipandang dari pendekatan behavioris / kognitivis sebagai lawan dari pendekatan konstruktivis.
Ketika mendesain dari sudut pandang behavioris / kognitivis, desainer menganalisis suatu dan membentuk satu tujuan. Tugas individu adalah menguraikannya dan sasaran pembelajaran pun dikembangkan. Evaluasi terdiri dari penentuan apakah kriteria bagi sasaran itu telah sesuai atau tidak. Dalam pendekatan ini, desainer memutuskan apa yang penting untuk diketahui pembelajar dan berusaha mentransfer pengetahuan tersebut kepada sang pembelajar. Kemasan pembelajaran merupakan satu sistem yang agak tertutup, meski mungkin terjadi beberapa percabangan dan perbaikan, sang pembelajar masih terbatasi dengan “dunia” desainer.
Mendesain dari pendekatan konstruktivis mengharuskan desainer menghasilkan sebuah produk yang pada hakikatnya jauh lebih fasilitatif daripada preskriptif (kaku atau tidak fleksibel). Muatannya pun tidak ditetapkan sebelumnya, sedangkan arahannya ditentukan oleh pembelajar dan penilaiannya jauh lebih subjektif karena ia tidak tergantung pada kriteria kuantitatif yang spesifik, tapi lebih tergantung pada proses dan evaluasi diri sang pembelajar. Tes tertulis standar terhadap pembelajaran keunggulan tidak digunakan dalam desain konstruktif, malahan, evaluasi didasarkan pada catatan-catatn, draf awal, produk akhir, dan jurnal.

 Disebabkan karena hakikat pembelajaran konstruktif yang subjektif dan berbeda, akan lebih mudah bagi seorang desainer untuk bekerja dengan sistem tersebut, dan dengan demikian menjadi pendekatan objektif bagi desain pengajaran. Hal itu bukan berarti bahwa teknik desain pengajaran klasik lebih baik daripada desain konstruktif, tapi ia lebih mudah, lebih hemat waktu, dan kemungkinan besar kurang mahal untuk mendesain dalam suatu “sistem tertutup” daripada pada sistem “terbuka”. Mungkin, ada beberapa kebenaran dalam pernyataan bahwa, “Konstruktivisme adalah sebuah ‘teori pembelajaran’, lebih dari sekedar pendekatan pengajaran” (Wilkinson, 1995).

Teori-Teori Pembelajaran : Kekuatan dan Kelemahan
Kekuatan dan kelemahan apa yang dirasakan selama menggunakan pendekatan teoritis tertentu dalam desain pengajaran ?
1.      Behaviorisme
Kelemahan
§  Pembelajar mungkin menemukan dalam sebuah situasi di mana stimulus bagi respons yang benar tidak terjadi, karenanya pembelajar tidak bisa menanggapinya.
§  Seorang pekerja yang telah dikondisikan untuk menanggapi sebuah isyarat tertentu pada saat pekerjaan berhenti berproduksi ketika sebuah anomali terjadi karena mereka tidka memahami sistem tersebut.
Kekuatan
§  Pembelajar difokuskan pada sebuah tujuan yang jelas dan bisa menanggapi secara automatis segala isyarat dari tujuan tersebut.
§  Pilot Perang Dunia II dikondisikan untuk bereaksi terhadap siluet pesawat musuh, sebuah respons yang orang akan harpa menjadi automatis.

2.      Kognitivisme
Kelemahan
§  Pembelajar mempelajari sebuah cara menyelesaikan sebuah tugas, tapi ia mungkin tidak menjadi cara terbaik, atau disesuaikan dengan pembelajar tersebut atau situasinya. Misalnya login ke intenret pada satu komputer mungkin tidak sama seperti login pada komputer yang lain.
Kekuatan
§  Tujuan adalah melatih pembelajar untuk melakukan sebuah tugas dengan cara yang sama dengan memampukan konsistensi.
§  Melakukan login dan kemudian keluar pada komputer kerja adalah sama bagi semua pegawai, mungkin yang penting adalah menjalankan kerutinan yang pasti untuk menghindari masalah.

3.      Konstruktivisme
Kelemahan
§  Dalam sebuah situasi dimana kesesuaian adalah pemikiran dan aksi esensial yang berbeda mungkin menyebabkan masalah. Membayangkan bersenang ria di Revenue Canda jika setiap orang memutuskan untuk melaporkan pajak-pajak mereka dalam cara mereka sendiri, meskipun kemungkinan ada beberapa pendekatan “konstruktif”: yang digunakan dalam sistem yang kita punyai.
Kekuatan
§  Karena pembelajar mampu menafsirkan realitas-realitas ganda, pembelajar menjadi mampu dengan lebih baik menghadapi situasi kehidupan nyata. Jika seorang pembelajar bisa menyelesiakan masalah, mereka mungkin menggunakan pengetahuan yang mereka punyai dengan lebih baik bagi sebuah situasi baru (Schuman, 1996).

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.      Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Belajar
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti dan tetap, serta tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.
Konstruktivistik memandang bahwa pengetahuan adalah tidak objektif, bersifat temporer, selalu berubah-ubah dan tidak menentu.
Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar
Belajar adalah menyusun pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaborasi, dan refleksi seta interpretasi. Sedangkan mengajar menata lingkungan agar sang pembelajar termotivasi dalam menggali dan menghargai ketidakmenentuan.
Sang pembelajar diharpakan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh sang pembelajar.
Sang pembelajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya dan perspektif yang dipakai dalam mengintrospeksikan nya.


2.      Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Tujuan Pembelajaran
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Tujuan pembelajaran ditentukan tentang penambahan pengetahuan
Tujuan pembelajaran ditentukan tentang bagaimana belajar


3.      Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Strategi Pembelajaran
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Penyajian isi menekankan pada ketrampilan yang terisolasi dan mengakumulasi fakta dengan mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan
Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat
Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni atau melayani pertanyaan dan pandangan sang pembelajar
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dan penekanan pada ketrampilan
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil
Pembelajaran menekankan pada proses


4.      Pandangan Behavioristik dan Konstruktivistik tentang Strategi Evaluasi
BEHAVIORISTIK
KONSTRUKTIVISTIK
Evaluasi menekankan pada respons pasif. Ketrampilan secara terpisah dan biasanya menggunakan tes tertulis
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan ketrampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata
Evaluasi dengan menuntut jawaban benar menunjukkan bahwa sang pembelajar telah menyelesaikan tugas belajar
Evaluasi dengan menggali dan berpikir secara berbeda, pemecahan ganda, bukan hanya jawaban benar
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasi individu
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Evaluasi akan menekankan pada keterampilan dan proses dalam kelompok


Teori Belajar Klasik
Teori belajar klasik didasarkan pada pemikiran para filosofis yang bersifat subjektif :
1.      Teori disiplin mental / psikologi fakultas / psikologi unsur
Belajar melalui introspeksi otak manusia yang terdiri atas bagian-bagian yang memiliki tugas berbeda (berpikir, meraba, fantasi, perasaan, kehendak). Jiwa manusia terdiri dari unsur-unsur tertentu dan unsur-unsur tersebut disebut dengan daya-daya jiwa. Orang akan dapat belajar jika mentalnya dilatih dengan kjeras terutama daya nalarnya dan selanjutnya belajar identik dengan mengasah otak. Pandangan klasik : orang pintar adalah orang yang menguasai ilmu pasti (logis matematik dan logis bahasa).

2.      Teori humanisme klasik / naturalisme
Teori humanisme klasik diajukan oleh Maslow, sedangkan naturalisme dikembangkan oleh J.J Rousseau dan Pestalzzi.
§   Ia mengumpulkan biografi orang-orang terkenal dari berbagai bidang.
§   Semua orang normal berpotensi menjadi orang hebat.
§   Manusia sebagai satu kepribadian yang utuh, dan dalam jiwa mnausia ada tiga aspek, yaitu afektif, kognitif dan psikomotor.
§   Naturalisme oleh J.J Rousseau mengatakan bahw aanak pada waktu lahir adalah baik, jika anak rusak itu akibat pengaruh lingkungan. Karena pada waktu itu moral manusia pada level yang terpuruk.
§   Belajar adlah membiarkan anak utmbuh dan berkembang dengan sendirinya secara alamiah dan tidak diapa-apakan.
§   Freedom to learn berarti “membiarkan anak belajar dengan bebas, karena orang dapat mengaktualisasikan dirinya secara penuh jika orang tersebut tidak diganggu.”

3.      Teori apersepsi dan teori tabularasa / empirisme
§   Otak manusia seperti wadah yang siap menampung apa saja dan pengetahuan yang telah masuk tersebut disebut apersepsi.
§   Teori tabularasa / empirisme yang dilontarkan oleh John Lock menyatakan bahwa “Anak bagaikan kertas kosong yang siap ditulis oleh pendidik dan linkgungan yang mempunyai pengaruh terhadap anak itu nantinya.

TAKSONOMI DOMAIN PSIKOMOTOR
Ada tiga taksonomi utama domain psikomotor, yaitu sebagai beriktu :
1.      Apa yang dilontarkan oleh R. Dave dalam karyanya Psychomotor Domain  (1967)
Tingkat
Definisi
Kata Kerja yang Memungkinkan
Mengimitasi
Mengamati sebuah keterampilan dan berusaha mengulanginya atau melihat sebuah produk yang terelesaikan dan berusaha untuk menirunya ketika hadir dalam bentuk contoh
Berusaha, menyalin, men duplikasi, mengimitasi, meniru-niru dan seterusnya
Memanipulasi
Memainkan keterampilan atau menghasilkan produk dalam suatu mode yang bisa diakui dengan mengikuti pengajaran-pengajaran umum daripada pengamatan
Menyelesaikan, mengikuti, memainkan, melaksana-kan, menghasilkan dan seterusnya
Presisi
Secara independen memainkan ketrampilan atau menghasilkan sebuah produk dengan akurasi, proporsi, dan kepastian pada suatu tingkatan yang ahli
Mencapai secara automatis, mengatasi dengan ahli, memainkan dengan bagus sekali
Artikulasi
Memodifikasi ketrampilan atau produk untuk menye-suaikan dengan situasi baru, mengombinasikan lebih dari satu ketrampilan dalam rangkaian dengan harmoni dan konsistensi
Mengadaptasi, mengubah, mengarah pada kondisi yang lebih baik, memulai dan seterusnya
Naturalisasi
Menyelesaikan satu keterampilan atau lebih dengan mengurangi dan membuat ketrampilan automatis dengan penggunaan fisik atau mental yang terbatas
Secara natural, secara sempurna dan seterusnya

2.      Apa yang dinyatakan E. Simpson dalam karyanya , The Classification of Educational Objectives in The Psychomotor Domain : The Psychomotor Domain (1972)
Tingkat
Definisi
Kata Kerja yang Memungkinkan
Perspesi
Kemampuan untuk meng-gunakan isyarat sensoris untuk memandu aktivitas fisik
Membedakan, mengiden-tifikasi, menyeleksi dan seterusnya
Perangkat
Kesiapan untuk bertindak, mengharuskan pembelajar mendemonstrasikan sebuah kesadaran atau pengetahuan tentang perilaku yang dibutuhkan untuk menggunakan ketrampilan
Mengasumsikan sebuah posisi, mendemonstrasikan menunjukkan, dan seterusnya
Memandu Respons
Tahapan awal pembelaja-ran ketrampilan yang kompleks, memasukkan imitasi, bisa menyelesaikan langkah-langkah yang terlibat dalam ketrampilan sebagaimana yang diarahkan
Berusaha, mengimitasi, mencoba dan seterusnya
Mekanisme
Kemampuan untuk melakukan suatu ketrampi-lan motoris yang komplek, tahpaan pembelajaran lanjutan sebuah ketrampilan yang kompleks

Respons kompleks yang jelas
Kemampuan untuk menggunakan ketrampilan psikomotor yang komplet secara benar
Menyelesaikan, mengope-rasikan, melaksanakan dan seterusnya
Adaptasi
Bisa memodifikasi ketrampilan motoris agar sesuai dengan sebuah situasi baru
Mengadaptasi, memodifikasi, merevisi dan sterusnya
Mencipta
Kemampuan mengembang kan sebuah ketrampilan asli yang menggantikan ketrampilan seperti yang pada awalnya dipelajari
Menciptakan, mendesain, memulai sesuatu, dan seterusnya

3.      Apa yang digambarkan A. Harrow, dalam karyanya A Taxonomy of The Psychomotor Domain : A Guide for Developing Behavioral Objectives (1972)
Tingkat
Definisi
Kata Kerja yang Memungkinkan
Gerakan relfeks
Refleks segmental, inter-segmental, dan supra-segmental
Menanggapi, dan seterusnya
Gerakan fundamental dasar
Gerakan lokomotor, gerakan non-lokomotor dan gerakan manipulatif

Kemampuan perseptual
Kemampuan kinestetik, visual, audio, dan diskriminasi nyata serta kemampuan terkoordinasi

Kemampuan fisik
Daya tahan, kekuatan, fleksibilitas, & ketangkasan

Gerakan terampil
Keterampilan sederhana, gabungan, dan ketrampilan adaptif yang kompleks
Memasang, menyesuaikan mengonstruksi, membedah dan seterusnya
Komunikasi nondiskursif.
Gerakan ekspresif dan interpretif.
Menyusun, menciptakan, menggubah, mendesain, memulai sesuatu, dan seterusnya.

Keseluruhan materi disarikan dari buku sumber :

Mark K Smith, dkk. (2010). Teori Pembelajaran & Pengajaran. Jogjakarta : Mirza Media Pustaka.

Sebuah Garis Besar Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan di Negara Asia Tenggara



Uraian berikut merupakan sepenggal bab yang memaparkan bahasan mengenai sebuah garis besar Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan di kawasan negara Asia Tenggara, khususnya konteks Indonesia yang disarikan dari buku :
 
Judul Asli                    : An Outline of Citizenship and 
                                      Moral Education in Major 
                                      Countries of Southeast Asia
Pengarang                   : Prof. Dr. Endang Sumantri, M.Ed
Penerbit                       : Bintang Warli Artika
Tahun Terbit                : 2008
Terjemahan Buku        : Halaman 84 – 110


PENDIDIKAN NILAI-NILAI DI DALAM KONTEKS INDONESIA
1PROSES DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Sejak 1945 Indonesia menghabiskan sekitar lima puluh tahun membela dan menjaga kemerdekaan nasionalnya, menjaga konstitusi nasional dan mengorganisasikan ketertiban social. Untungnya, segera setelah Indonesia menproklamasikan kenmerdekaannya, pondasi dari negara dinyatakan dan juga tujuan nasional. Semua itu teriontegrasi sebagai kerangka politik nasional dalam mendirikan dan mengembangkan kesejahateraan nasional. Kerangka kerja pilitik ini dideklarasikan secara resmi dalam pembukaan konstitusi 1945, sebagai berikut:
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia hams dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampaiiah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan. perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Pennusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembukaan konstitusi telah menjadi panduan formal dalam perilaku nasional terhadap sebuah pengertian kebanggaan dan tanggung jawab warganegara dalam negaranya. Panduan perilaku nasional ini hanya dianggap sebagai dokumen bersejarah antara tahun 1945 dan 1949. Di periode ini orang-orang dan pemerintahan republik yang baru ini ada dalam peperangan (yang disebut sebuah "revoltisi fisik"), melawan tentara Belanda untuk membela kemerdekaan nasional. Hal ini merupakan sebuah manifestasi dan sebuah perilaku nasinal dari orang Indonesia, untuk menolak berbagai tipe campur tangan eksternal dalam masalah dalam negeri Indonesia.
Jika warga negara terlibat dalam perang untuk kemerdekaannya dihitung sebagai sebuah pelatihan "keberanian warganegara" untuk para warga negara, tentu saja hal ini sukses. Pada periode ini, belumada institusi pendidikan yang terorganisasi dengan baik oleh pemerintahan republik yang bare. Namun patriotisme, kesediaan untuk berkorban, kesiapan berperan dalam pertempuran dan memiliki rasa tanggung jawab serta rasa memiliki yang diinternalisasi oleh banyak orang selama perang kemerdekaan. "Pendidikan kewarganegaraan dan pelatihan kewarganegaraan" berjalan alami dan berlanjut selama periode ini.
Dalam pendidikan kewarganegaraan kontemporer Indonesia, sementara gutu mengajarkan sejarah dan media secara akurat mampu merefleksikan semangat revolusi dan kemerdekaan yang begitu membara selama pertempuran untuk kemerdekaan, 1945-1949. Media yang paling berpengaruh dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut di sekolah-sekolah dasar pada saat ini adalah dengan menyanyikan lagu kepahlawanan yang diciptakan selama perang. Beberapa metoda mengajar yang juga efektif yaitudrama sosial, bermain peran, study tur dan bercerita
Meskipun pendidikan yang terorganisasi dengan baik maupun pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajarandiinstruksikan dalam program kurikulum sekolah dalam perioda perang, hams dicatat bahwa pada 1947, pemerintah Indonesia menetapkan suatu bahasa yang distandarisasi Indonesia (Bahasa Indonesia), yang banyak berbeda dari bahasa Melayu yang distandardisasi yang digunakan di waktu kolonial Belanda. Pemakaian Bahasa Indonesia di dalam semua tingkatan sekolah sejak 1947 mempunyai suatu secara politis mempersatukan pengaruh dan membuat komunikasi di dalam hidup sehari-hari lebih mudah. Dasar untuk sosialisasi politis diperdalam dan suatu lidah yang umum membantu membangun suatu kepribadian nasional.
Periode yang kedua (1949-1959) hidup nasional Indonesia ditandai oleh mengubah konstitusi sebagai suatu konsekuensi dari persetujuan Orang-orang Belanda untuk mengenali kedaulatan dari pemerintah Indonesia itu di bawah Federal Constitution (1949). Inilah juga satu waktu pengenalan dunia atas kedaulatan Indonesia. Bagaimanapun, orang-orang Indonesia dan pemerintah menjadi radar akan situasi ini sebagai suatu penyimpangan gagasan untuk proklamasi kemerdekaan 1945. Lalu, mereka tetap perjuangan untuk memelihara integritas dan identitas nasional melalui suatu himpunan dari persetujuan-persetujuan diplomatik dengan orang-orang Belanda.
Di 15 Agustus 1950, orang-orang Indonesia mengubah Federal Republic dari Indonesia menjadi Negara Kesatuan dari Republik Indonesia di bawah Provisional Constitution 1950 (konstitusi setelah 1945 Constitution yang kedua dianggap tidak valid). Provisional Constitution 1950 menurut dugaan berlaku hingga konstitusi yang permanen secara resmi berlaku. Provisional Constitution 1950 adalah juga bukan suatu solusi yang memuaskan untuk menegakkan ketertiban sosial dan untuk memelihara kesatuan nasional berdasar pada gagasan proklamasi kemerdekaan 1945. Pada kenyataannya, itu diciptakan dan mempertunjukkan sebuah "gaya hidup liberal," terutama di sektor-sektor sosial politik tentang hidup dan pengembangan nasional.
Ada dua situasi utama tak menyenangkan yang mempertunjukkan gaya hidup demokratis liberal di Indonesia di dalam 1950-an; pertama, situasi-situasi yang memimpin kepada sering terjadinya perubahan-perubahan dari pemerintah; dan kedua, situasi-situasi membuat Legislatif menjadi gelanggang yang utama untuk memutuskan suatu konflik politis antar kelompok. Krisis ini membawa Republik itu kepada suatu keadaan yang dekat dengan darurat nasional.
Pengalaman ini dipertimbangkan sebagai suatu contoh yang baik, untuk ditekuni dan - ditunjukkan di dalam mengajarkan pendidikan sejarah dan kewarganegaraan nasional sekarang ini orang-orang Indonesia dan pemerintah tidak memerlukan baik gaya hidup prinsip-prinsip asam komunal atau liberal daiamkehidupan sosialpolitik. Sebagai suatu masyarakat yang berbeda, Indonesia membangun integritas nasional dan kesatuan sosial berdasar pada sebuah "kerjasama timbal batik atau bantuan timbal batik" (gotong-royong) di dalam pernyataan masuk akal dan logis "keadilan komutatif dan distributif."
Sejauh ini, tidak ada program-program pengembangan lain dan bidang pendidikan yang penting disipakan dalam periode ini. Urusan dalam negeri di dalam periode ini mendorong Presiden untuk menggunakan kuasa-kuasa luar biasanya sebagai President dan sebagai Komandan tertinggi dari Angkatan Bersenjata. Dalam percobaan untuk selamatkan negara, di Juli 5, 1959, President mengeluarkan suatu dekrit. Tujuan yang penting dan keputusan itu untuk mengembalikan lagi Konstitusi1945. Itu berarti bahwa konstitusi 1945 berlaku lagi untuk keseluruhan orang-orang Indonesia dan seluruh tanah leluhur dari Indonesia terhitung sejak tanggal keputusan dan bahwa Provisional Constitution 1950 sudah tidak lagi berlaku.
This president's action was followed by a "Political Manifesto" on August 17, 1959, which was later sanctioned by the Provisional People's Deliberation Assembly (MPRS) by decree No. I/MPRS/ 1960 as the Guidelines of State Policy. Under this decree, all aspects of Indonesia's socio-economic and political life were understood to be guided by the leader. During this period (19591965), in what has been called the period of "Guided democracy", Indonesia went through the "over control" from the national leader.
Tindakan presiden ini diikuti oleh sebuah "Manifesto Politik" padal7Agustus 1959, yang dihukum kemudiannya oleh Majelis Permusyawarahan Rakyat Sementara (MPRS) oleh keputusan No. I/MPRS/ 1960 sebagai Petunjuk dari Kebijakan negara. Di bawah keputusan ini, semua aspek dari hidup politis dan ekonomi-sosial Indonesia dipahami untuk dipandu oleh pemimpin. Selama periode ini (1959-1965), yang disebut periode "Demokrasi terpimpin", Indonesia kelewat "di kendalikan" oleh pemimpin nasional.
Situasi ini sudah digambarkan oleh Beeby ( 1979): ". . .presiden mengasumsikan kuasa-kuasa lebih besar di atas hubungan politis, sosial dan ekonomi, tetapi pada waktu yang sama ekonomi merosot dan pertumbuhan dan mutu pendidikan memburuk dengan jelas" (mengutip Pagerlind dan Saha, 1983, hal.202). Perkernbangan politis dan ekonomi-sosial di dalam periode ini, biasanya diberi satu label "Menara Menyerupai Gading" kebijakan, berarti "gengsi politis" dipertimbangkan lebih penting dibanding kesejahteraan publik.
Secara resmi, pendidikan kewarganegaraan (pelajaran kewarganegaraan) mulai terintegrasi di dalam lcurikulum pendidikan nasional untuk semua tingkatan bidang pendidikan pada 1960, didasarkan pada Keputusan No. II/MPRS/ 1960. Tetapi masalahnya adalah bagaimana caranya memastikan isi-isi pelajaran kewarga negaraan yang bisa diterima oleh banyak orang. Suatu kesalahan serius yang dibuat oleh beberapa pengembang-pengembang pemimpin dan kurikulum politis secara langsung atau secara tidak langsung yaitu salah menafsirkan arti dari Pancasila sebagai suatu isu pusat dari pendidikan kewarganegaraan.
Satu contoh dari sebuah "hukum" kesalahan menafsir sekitar arti dari Pancasila sebagai suatu isu pusat dari kewarganegaraan, isi-isi pendidikan dinyatakan di Asiaweek (1986) mengikuti: "Pancasila sebagai suatu forum untuk mempersatukan ideologi-ideologi di bawah NASAKOM.--NASIONALISME, agama, dan ideologi komunis. .." (hal. 45). Keadaan ini dipertimbangkan oleh kebanyakan orang-orang Indonesia menjadi penyimpangan dari sifat dan arti penting Pancasila yaitu ideologi nasional dan pondasi bagi negara.
Kesalahan interpretasi mengenai arti pancasila, yang telah dilihat sebagai sebuah kekuatan politik internal (komunisme), membawa keraguan pada semua aspek kehidupan nasional, kesalah pahaman dalam mengajarkan dan belajar kewarganegaraan, dan menciptakan konflik sosial. Pada masa ketidak menentuan bagi orang-orang Indonesia ini, bukti kecurigaan masyarakat muncul melalui Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menciptakan sebuah pergerakan politik yang disebut" Gerakan PKI 30 September 1965" dan mencoba mengambil alih pemerintahan dan mendirikan negara komunis.
Setelah masyarakat sukses menumpas Gerakan 30 September PKI, pemerintah dan kekuatan politik yang lain mendirikan Orde Baru, yang membutuhakan gaya hidup yang baru, perilaku mental, ide dan komitmen. Kehadiran Orde Baru seperti disebutkan di bah I, bertujuan untuk " mengembalikan aplikasi asli dari Pancasila sebagai filosofi bangsa dan kembali ke konstitusi 1945."
Berdasarkan tujuan orde Baru, pada awal 1967 pemerintah membawa bersamaan dana dan kekuatan untuk mendorong orang-orang dan aparatur negara pada program perkembangan nasional. Periode ini (1966 sampai saat ini) disebut masa Orde Baru atau Periode "Perkembangan Nasional". Dalam program kependidikan, pemerintah mengenali program pendidikan nasional dan mendefinisikan ulang sasarannya.

2.   MELANGKAH DALAM PEMBANGUNAN DAN KEMAJUAN NASIONAL
Sebagai tersebut di atas, Pemerintahan Orde Baru itu adalah pemerintah Indonesia yang menyadari pentingnya kembali ke aplikasi asli Pancasila dan Konstitusi 1945 untuk memastikan prestasi dari gagasan-gagasan kemerdekaan dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur di Indonesia, baik secara material maupun secara mental. Pemerintahan Orde Baru bergerak dengan cepat untuk mempertahankan dana dan kekuatan seperti juga sumber daya nasional demi kepentingan pembangunan nasional. Pembangunan nasional sudah dipertimbangkan satu program mendesak dari Pemerintahan Orde Baru; oleh karena itu, Orde Baru juga berlabel sebuah orde yang berkembang.
Empat topik isi-isi pelatihan singkat yang digambarkan secara teratur sebagai berikut: Petunjuk untuk menyimpan praktek Pancasila (P-4). Isi dari topik thi berasal dan " Pancasila" (Pancasila sebagai satu Ideology filosofi negara. Lima yang tidak dapat dipisahkan dan saling menguntungkan, prinsip-prinsip persyaratan adalah:
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa;
2)      Kemanusiaanadil dan beradab;
3)      Kesatuan Indonesia;
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh hidmat kebijakasaan dan permusyawaratan perwakilan.
5)      Keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Arti dari "prinsip-prinsip Pancasila" adalah sebagai berikut:
1)      1)Ketuhanan Yang Maha Esa.Prinsip ini meminta orang-orang Indonesia untuk mengakui adanya keberadaan Allah. Dengan kata lain, pi insip dari kepercayaan di Allah ketika Tuhan Allah mencerminkan kepercayaan Indonesia orang-orang di dalam hidup adanya hidup yang lain setelah hidup di dalam dunia ini. Hal ini mempengaruhi mereka ke arah kepatuhan dari nilai-nilai mulia yang membuka cara bagi mereka untuk mendapatkan suatu hidup yang lebih baik di alam baka. Prinsip ini ditekankan di dalam artikel 29, bagian 1 konstitusi 1945, yang menyatakan bahwa "Negara itu harus didasarkan pada keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa."
Tujuan yang terakhir dari nilai ini adalah untuk menciptakan keselarasan antara orang-orang yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan religius yang berbeda tetapi yang mengenali keesaan, kuasa, dan keadilanAllah. karakteristik-karakteristik pribadi berikut didorong: penerangan, toleransi, kelapangan Kati, honnat, kerjasama, harmonis, keadilan, kejujuran, kewajaran, kenetralan, dan tanpa pamrih. Monoteisme diasumsikan di dalam kepercayaannya.
2)      Kemanusiaan adil dan beradab. Prinsip ini mengharapkan manusia untuk diperlakukan sebagai makhluk-makhluk Allah yang bermartabat. Sehingga orang-orang Indonesia tidak menerima tekanandari manusia, baik dari oleh orang mereka sendiri atau negara-negara lain, secara phisik atau secara rohani.
Tujuan terakhir dari kepercayaan adalah ini keselarasan nasional dan internasional. Jika, di dalam penglihatan Allah, sernua orang bersifat sama, saling mengkasihidan bersahabat antara mereka. Karakteristik-karakteristik pribadi berikut didorong: kelurusan moral, tidak berpihak secara politis, kesadaran global, mengagumi diri sendiri, menghormati yang lain, kesanggupan untuk kebenaran dan keadilan, martabat dan ber perikemanusiaan.
3)      Kesatuan Indonesia. Prinsip ini mempromosikan nasionalisme, kasih untuk bangsa dan tanah airnya, dan kebutuhan untuk selalu membantu perkembangan kesatuan nasional dan mempromosikan integritas nasional.nasionalisme "Pancasila" meminta penghapusan oleh perasaan keunggulan berdasar pada ethnik, leluhur, atau wama kulit. Simbol Negara Indonesia itu menekankan prinsip dari "Bhinneka Tunggal Ika", yang bermakna "Kesatuan dalam keanekaragaman."
Di dalam hidup yang sehari-hari, berbagai perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat tidak menjadi rintangan-rintingan bagi kesatuan dan integ,ritas milik bangsa tersebut. Tujuan yang terakhir dari kepercayaan adalah pemeliharaan keselarasan nasional dan dunia ketertiban didasarkan pada kebebasan, keadilan, dan kedamaian. Indonesia menghargai arti dari aplikasi prinsip dasar Unity in Diversity, dan percaya bahwa minat dan keselamatan bangsa tersebut dan negeri yang harus ditempatkan di depan minat atau keselamatan dari individu atau kelompok-kelompok.
Nasionalis seperti itu yang melihat kekuatan di dalam keaneka ragaman dan percaya akan kesatuan denii kepentingan keseluruhan juga diharapkan untuk bersifat patriotik, rendah hati, diri sendiri, mengorbankan. berani, tenang, dan bertanggung jawab.
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh hidmat kebijakasaan dan permusyarwaratan perwakilan. Prinsip ini menekankan demokrasi "Pancasila" adalah demokrasi yang diilhami oleh integrasi prinsip-prinsip selain dari "Pancasila", arti yang digunakan dari hak yang demokratis harus selalu disertai oleh nilai-nilai yang berperikemanusiaan, pemeliharaan dan perkuatan kesatuan nasional, dan usaha-usaha untuk mewujudkan keadilan.
Tujuan terakhir dari kepercayaan ini adalah "untuk menetapkan, memelihara, dan memperbaiki sebuah "konsensus" demokrasi demi keselarasan dan pengembangan bangsa dan negeri. Indonesia percaya bahwa dalil yang berikut adalah benar: "orang-orang adalah kedaulatan", dan mereka menyimpan kedaulatan mereka dalam dewan wakil mereka. Setiap orang diharapkan untuk memiliki keyakinan di dalam masyarakat, dan untuk percaya akan persamaan, obyektifitas, dan kejujuran.
5)      Keadilan bagi seluruh warga negara indonesia. Prinsip ini mengarahkan ke distribusi kesejahteraan di antara orang-orang, bukan di dalam suatu cara yang statis, hanya di suatu cara progresif dan dinamis. Ini berarti bahwa semua potensi sumber alam dan manusia negeri harus digunakan untuk membawa kebahagiaan yang mungkin menjadi yang terbesar kepada semua orang. Keadilan menyiratkan perlindungan untuk yang lemah, tetapi yang lemah perlu kerja menurut kemampuan-kemampuan mereka. Perlindungan diberikan untuk mencegah kearbitreran dari yang kuat dan untuk memastikan kehadiran dari keadilan.
Tujuan yang terakhir dari prinsip ini adalah keselarasan sosial dan kesejahteraan. Setiap individu, Indonesia percaya bahwa keadilan mulai dengan kewajiban mereka sendiri untuk mengejar keadilan untuk yang lain. Mereka juga percaya bahwa keadilan didasarkan pada norma-norma yang sama yang dimulai dari hubungan-hubungan keluarga dan menstimulasi pertumbuhan hubungan-hubungan keluarga.
Setiap orang perlu bekeija untuk keadilan dan martabat sosial, dan bekerja untuk mendayagunakan. Pekerjaan ini memerlukan kerendahan hati ketulusan, yang mulia, dan ketaatan. Untuk mencapai integritas sosial, keterbukaan,dan rasa hormat di lingkungan keluarga bersifat penting.
Konstitusi 1945. Topik ini dirancang untuk menstimulasi kesediaan Para pelatih untuk memahami wujud dan struktur dari pemerintah, pesan dari orang-orang pemerintah itu dan hak-hak dan tugas-tugas setiap warganegara. Topik ini mulai dengan fakta bahwa konstitusi Republik Indonesia biasanya dikenal sebagai "UUD 1945 " karena konstitusi itu dibuat garis besar dan diadopsi pada 1945, ketika Republik itu berdiri; Untuk membedakannya dari dua konstitusi yang lain: yang pernah berlaku di dalam Indonesia merdeka dan juga karena prinsip-prinsip dari konstitusi ini menyatakan satu gagasan untuk mencoba mencapai kemerdekaan yang diprokiamirkan padal 7Agustus 1945, dan yang telah dipertahankan sesudah itu. Konstitusi ini membawa semangat revolusioner dan vitalitas zaman itu. Konstitusi itu pada hakekatnya diilhami oleh semangat dari kesatuan Indonesia dan sasaran yang berikut: demokrasi yang dibangun atas gotong royong, kpennusyawarahan antara wakil-wakil, dan konsensus.
Konstitusi Republik Indonesia (sebelum beberapa tambahan oleh amandement 2000-2004) terdiri atas 37 artikel, 4 anak kalimat transisi, dan 2 provisi tambahan, dan itu didahului oleh suatu Pembukaan. Pembukaan mempunyai 4 alinea yang berisi suatu pengutukan tentang segala wujud dari kolonialisme di dalam dunia, satu dukungan perjuangan Indonesia kemerdekaan, deklarasi kemerdekaan itu dan suatu pernyataan dari tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip pokok Indonesia. Negara Indonesia Merdeka hams berwujud republik di mana dalam kedaulatan menjadi hak setiap orang-orang. Basis Pembukaan pemerintah Indonesia di prinsipprinsip filosofis tertentu, yakni, "Pancasila".
Hal ini dimaksudkan untuk melindungi keseluruhan orang-orang dan seluruh wilayah-wilayah mereka, untuk membantu kesejahteraan umum, untuk mengembangkan cendekiawan hidup bangsa, dan untuk berperan untuk kebebasan dunia, damai, dan keadilan (dikutip, diterjemahkan, dan yang ditafsirkan dari Books I, II, dan III -1979).