Uraian berikut merupakan sepenggal bab yang memaparkan bahasan mengenai sebuah garis besar Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan di kawasan negara Asia Tenggara, khususnya konteks Indonesia yang disarikan dari buku :
Judul Asli : An Outline of
Citizenship and
Moral Education in Major
Countries
of Southeast Asia
Pengarang : Prof.
Dr. Endang Sumantri, M.Ed
Penerbit : Bintang Warli Artika
Tahun
Terbit : 2008
Terjemahan Buku : Halaman 84 – 110
PENDIDIKAN NILAI-NILAI DI DALAM KONTEKS INDONESIA
1. PROSES DAN
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Sejak 1945 Indonesia menghabiskan sekitar lima puluh tahun membela dan
menjaga kemerdekaan nasionalnya, menjaga konstitusi nasional dan
mengorganisasikan ketertiban social. Untungnya, segera setelah Indonesia
menproklamasikan kenmerdekaannya, pondasi dari negara dinyatakan dan juga
tujuan nasional. Semua itu teriontegrasi sebagai kerangka politik nasional
dalam mendirikan dan mengembangkan kesejahateraan nasional. Kerangka kerja
pilitik ini dideklarasikan secara resmi dalam pembukaan konstitusi 1945,
sebagai berikut:
Bahwa sesungguhnya
Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia hams dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan
pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampaiiah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
Kemudian daripada
itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan. perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Pennusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembukaan konstitusi telah menjadi panduan formal dalam perilaku
nasional terhadap sebuah pengertian kebanggaan dan tanggung jawab warganegara
dalam negaranya. Panduan perilaku nasional ini hanya dianggap sebagai dokumen
bersejarah antara tahun 1945 dan 1949. Di periode ini orang-orang dan
pemerintahan republik yang baru ini ada dalam peperangan (yang disebut sebuah
"revoltisi fisik"), melawan tentara Belanda untuk membela kemerdekaan
nasional. Hal ini merupakan sebuah manifestasi dan sebuah perilaku nasinal dari
orang Indonesia, untuk menolak berbagai tipe campur tangan eksternal dalam
masalah dalam negeri Indonesia.
Jika warga negara terlibat dalam perang untuk kemerdekaannya dihitung
sebagai sebuah pelatihan "keberanian warganegara" untuk para warga
negara, tentu saja hal ini sukses. Pada periode ini, belumada institusi
pendidikan yang terorganisasi dengan baik oleh pemerintahan republik yang bare.
Namun patriotisme, kesediaan untuk berkorban, kesiapan berperan dalam
pertempuran dan memiliki rasa tanggung jawab serta rasa memiliki yang
diinternalisasi oleh banyak orang selama perang kemerdekaan. "Pendidikan
kewarganegaraan dan pelatihan kewarganegaraan" berjalan alami dan
berlanjut selama periode ini.
Dalam pendidikan kewarganegaraan kontemporer Indonesia, sementara gutu
mengajarkan sejarah dan media secara akurat mampu merefleksikan semangat
revolusi dan kemerdekaan yang begitu membara selama pertempuran untuk
kemerdekaan, 1945-1949. Media yang paling berpengaruh dalam mengajarkan mata
pelajaran tersebut di sekolah-sekolah dasar pada saat ini adalah dengan
menyanyikan lagu kepahlawanan yang diciptakan selama perang. Beberapa metoda
mengajar yang juga efektif yaitudrama sosial, bermain peran, study tur dan
bercerita
Meskipun pendidikan yang terorganisasi dengan baik maupun pendidikan kewarganegaraan
sebagai mata pelajarandiinstruksikan dalam program kurikulum sekolah dalam
perioda perang, hams dicatat bahwa pada 1947, pemerintah Indonesia menetapkan
suatu bahasa yang distandarisasi Indonesia (Bahasa Indonesia), yang banyak
berbeda dari bahasa Melayu yang distandardisasi yang digunakan di waktu
kolonial Belanda. Pemakaian Bahasa Indonesia di dalam semua tingkatan sekolah
sejak 1947 mempunyai suatu secara politis mempersatukan pengaruh dan membuat
komunikasi di dalam hidup sehari-hari lebih mudah. Dasar untuk sosialisasi
politis diperdalam dan suatu lidah yang umum membantu membangun suatu
kepribadian nasional.
Periode yang kedua (1949-1959) hidup nasional Indonesia ditandai oleh
mengubah konstitusi sebagai suatu konsekuensi dari persetujuan Orang-orang
Belanda untuk mengenali kedaulatan dari pemerintah Indonesia itu di bawah
Federal Constitution (1949). Inilah juga satu waktu pengenalan dunia atas
kedaulatan Indonesia. Bagaimanapun, orang-orang Indonesia dan pemerintah
menjadi radar akan situasi ini sebagai suatu penyimpangan gagasan untuk
proklamasi kemerdekaan 1945. Lalu, mereka tetap perjuangan untuk memelihara
integritas dan identitas nasional melalui suatu himpunan dari
persetujuan-persetujuan diplomatik dengan orang-orang Belanda.
Di 15 Agustus 1950, orang-orang Indonesia mengubah Federal Republic dari
Indonesia menjadi Negara Kesatuan dari Republik Indonesia di bawah Provisional
Constitution 1950 (konstitusi setelah 1945 Constitution yang kedua dianggap
tidak valid). Provisional Constitution 1950 menurut dugaan berlaku hingga
konstitusi yang permanen secara resmi berlaku. Provisional Constitution 1950
adalah juga bukan suatu solusi yang memuaskan untuk menegakkan ketertiban
sosial dan untuk memelihara kesatuan nasional berdasar pada gagasan proklamasi
kemerdekaan 1945. Pada kenyataannya, itu diciptakan dan mempertunjukkan sebuah
"gaya hidup liberal," terutama di sektor-sektor sosial politik
tentang hidup dan pengembangan nasional.
Ada dua situasi utama tak menyenangkan yang mempertunjukkan gaya hidup
demokratis liberal di Indonesia di dalam 1950-an; pertama, situasi-situasi yang
memimpin kepada sering terjadinya perubahan-perubahan dari pemerintah; dan
kedua, situasi-situasi membuat Legislatif menjadi gelanggang yang utama untuk
memutuskan suatu konflik politis antar kelompok. Krisis ini membawa Republik
itu kepada suatu keadaan yang dekat dengan darurat nasional.
Pengalaman ini dipertimbangkan sebagai suatu contoh yang baik, untuk
ditekuni dan - ditunjukkan di dalam mengajarkan pendidikan sejarah dan
kewarganegaraan nasional sekarang ini orang-orang Indonesia dan pemerintah
tidak memerlukan baik gaya hidup prinsip-prinsip asam komunal atau liberal
daiamkehidupan sosialpolitik. Sebagai suatu masyarakat yang berbeda, Indonesia
membangun integritas nasional dan kesatuan sosial berdasar pada sebuah
"kerjasama timbal batik atau bantuan timbal batik" (gotong-royong) di
dalam pernyataan masuk akal dan logis "keadilan komutatif dan
distributif."
Sejauh ini, tidak ada program-program pengembangan lain dan bidang
pendidikan yang penting disipakan dalam periode ini. Urusan dalam negeri di
dalam periode ini mendorong Presiden untuk menggunakan kuasa-kuasa luar
biasanya sebagai President dan sebagai Komandan tertinggi dari Angkatan
Bersenjata. Dalam percobaan untuk selamatkan negara, di Juli 5, 1959, President
mengeluarkan suatu dekrit. Tujuan yang penting dan keputusan itu untuk
mengembalikan lagi Konstitusi1945. Itu berarti bahwa konstitusi 1945 berlaku
lagi untuk keseluruhan orang-orang Indonesia dan seluruh tanah leluhur dari
Indonesia terhitung sejak tanggal keputusan dan bahwa Provisional Constitution
1950 sudah tidak lagi berlaku.
This president's action was followed by a
"Political Manifesto" on August 17, 1959, which was later sanctioned
by the Provisional People's Deliberation Assembly (MPRS) by decree No. I/MPRS/
1960 as the Guidelines of State Policy. Under this decree, all aspects of
Indonesia's socio-economic and political life were understood to be guided by
the leader. During this period (19591965), in what has been called the period
of "Guided democracy", Indonesia went through the "over
control" from the national leader.
Tindakan presiden ini diikuti oleh sebuah "Manifesto Politik"
padal7Agustus 1959, yang dihukum kemudiannya oleh Majelis Permusyawarahan
Rakyat Sementara (MPRS) oleh keputusan No. I/MPRS/ 1960 sebagai Petunjuk dari
Kebijakan negara. Di bawah keputusan ini, semua aspek dari hidup politis dan
ekonomi-sosial Indonesia dipahami untuk dipandu oleh pemimpin. Selama periode
ini (1959-1965), yang disebut periode "Demokrasi terpimpin",
Indonesia kelewat "di kendalikan" oleh pemimpin nasional.
Situasi ini sudah digambarkan oleh Beeby ( 1979): ". . .presiden
mengasumsikan kuasa-kuasa lebih besar di atas hubungan politis, sosial dan
ekonomi, tetapi pada waktu yang sama ekonomi merosot dan pertumbuhan dan mutu
pendidikan memburuk dengan jelas" (mengutip Pagerlind dan Saha, 1983,
hal.202). Perkernbangan politis dan ekonomi-sosial di dalam periode ini,
biasanya diberi satu label "Menara Menyerupai Gading" kebijakan,
berarti "gengsi politis" dipertimbangkan lebih penting dibanding
kesejahteraan publik.
Secara resmi, pendidikan kewarganegaraan (pelajaran kewarganegaraan)
mulai terintegrasi di dalam lcurikulum pendidikan nasional untuk semua
tingkatan bidang pendidikan pada 1960, didasarkan pada Keputusan No. II/MPRS/
1960. Tetapi masalahnya adalah bagaimana caranya memastikan isi-isi pelajaran
kewarga negaraan yang bisa diterima oleh banyak orang. Suatu kesalahan serius
yang dibuat oleh beberapa pengembang-pengembang pemimpin dan kurikulum politis
secara langsung atau secara tidak langsung yaitu salah menafsirkan arti dari
Pancasila sebagai suatu isu pusat dari pendidikan kewarganegaraan.
Satu contoh dari sebuah "hukum" kesalahan menafsir sekitar
arti dari Pancasila sebagai suatu isu pusat dari kewarganegaraan, isi-isi
pendidikan dinyatakan di Asiaweek (1986) mengikuti: "Pancasila sebagai
suatu forum untuk mempersatukan ideologi-ideologi di bawah
NASAKOM.--NASIONALISME, agama, dan ideologi komunis. .." (hal. 45).
Keadaan ini dipertimbangkan oleh kebanyakan orang-orang Indonesia menjadi
penyimpangan dari sifat dan arti penting Pancasila yaitu ideologi nasional dan
pondasi bagi negara.
Kesalahan interpretasi mengenai arti pancasila, yang telah dilihat
sebagai sebuah kekuatan politik internal (komunisme), membawa keraguan pada
semua aspek kehidupan nasional, kesalah pahaman dalam mengajarkan dan belajar
kewarganegaraan, dan menciptakan konflik sosial. Pada masa ketidak menentuan
bagi orang-orang Indonesia ini, bukti kecurigaan masyarakat muncul melalui
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menciptakan sebuah pergerakan politik yang
disebut" Gerakan PKI 30 September 1965" dan mencoba mengambil alih
pemerintahan dan mendirikan negara komunis.
Setelah masyarakat sukses menumpas Gerakan 30 September PKI, pemerintah
dan kekuatan politik yang lain mendirikan Orde Baru, yang membutuhakan gaya
hidup yang baru, perilaku mental, ide dan komitmen. Kehadiran Orde Baru seperti
disebutkan di bah I, bertujuan untuk " mengembalikan aplikasi asli dari
Pancasila sebagai filosofi bangsa dan kembali ke konstitusi 1945."
Berdasarkan tujuan orde Baru, pada awal 1967 pemerintah membawa
bersamaan dana dan kekuatan untuk mendorong orang-orang dan aparatur negara
pada program perkembangan nasional. Periode ini (1966 sampai saat ini) disebut
masa Orde Baru atau Periode "Perkembangan Nasional". Dalam program
kependidikan, pemerintah mengenali program pendidikan nasional dan
mendefinisikan ulang sasarannya.
2.
MELANGKAH DALAM PEMBANGUNAN DAN
KEMAJUAN NASIONAL
Sebagai tersebut di atas, Pemerintahan Orde Baru itu adalah pemerintah
Indonesia yang menyadari pentingnya kembali ke aplikasi asli Pancasila dan
Konstitusi 1945 untuk memastikan prestasi dari gagasan-gagasan kemerdekaan dan
menciptakan masyarakat yang adil dan makmur di Indonesia, baik secara material
maupun secara mental. Pemerintahan Orde Baru bergerak dengan cepat untuk
mempertahankan dana dan kekuatan seperti juga sumber daya nasional demi
kepentingan pembangunan nasional. Pembangunan nasional sudah dipertimbangkan
satu program mendesak dari Pemerintahan Orde Baru; oleh karena itu, Orde Baru
juga berlabel sebuah orde yang berkembang.
Empat topik isi-isi pelatihan singkat yang digambarkan secara teratur
sebagai berikut: Petunjuk untuk menyimpan praktek Pancasila (P-4). Isi dari
topik thi berasal dan " Pancasila" (Pancasila sebagai satu Ideology
filosofi negara. Lima yang tidak dapat dipisahkan dan saling menguntungkan,
prinsip-prinsip persyaratan adalah:
1)
Ketuhanan
Yang Maha Esa;
2)
Kemanusiaanadil
dan beradab;
3)
Kesatuan
Indonesia;
4)
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hidmat kebijakasaan dan permusyawaratan perwakilan.
5)
Keadilan
untuk seluruh rakyat Indonesia.
Arti
dari "prinsip-prinsip Pancasila" adalah sebagai berikut:
1)
1)Ketuhanan
Yang Maha Esa.Prinsip ini meminta orang-orang Indonesia untuk mengakui adanya
keberadaan Allah. Dengan kata lain, pi insip dari kepercayaan di Allah ketika
Tuhan Allah mencerminkan kepercayaan Indonesia orang-orang di dalam hidup
adanya hidup yang lain setelah hidup di dalam dunia ini. Hal ini mempengaruhi
mereka ke arah kepatuhan dari nilai-nilai mulia yang membuka cara bagi mereka
untuk mendapatkan suatu hidup yang lebih baik di alam baka. Prinsip ini
ditekankan di dalam artikel 29, bagian 1 konstitusi 1945, yang menyatakan bahwa
"Negara itu harus didasarkan pada keyakinan pada Tuhan Yang Maha
Esa."
Tujuan yang terakhir dari nilai ini adalah
untuk menciptakan keselarasan antara orang-orang yang mempunyai
kepercayaan-kepercayaan religius yang berbeda tetapi yang mengenali keesaan,
kuasa, dan keadilanAllah. karakteristik-karakteristik pribadi berikut didorong:
penerangan, toleransi, kelapangan Kati, honnat, kerjasama, harmonis, keadilan,
kejujuran, kewajaran, kenetralan, dan tanpa pamrih. Monoteisme diasumsikan di
dalam kepercayaannya.
2)
Kemanusiaan
adil dan beradab. Prinsip ini mengharapkan manusia untuk diperlakukan sebagai
makhluk-makhluk Allah yang bermartabat. Sehingga orang-orang Indonesia tidak
menerima tekanandari manusia, baik dari oleh orang mereka sendiri atau
negara-negara lain, secara phisik atau secara rohani.
Tujuan terakhir dari kepercayaan adalah ini
keselarasan nasional dan internasional. Jika, di dalam penglihatan Allah,
sernua orang bersifat sama, saling mengkasihidan bersahabat antara mereka.
Karakteristik-karakteristik pribadi berikut didorong: kelurusan moral, tidak
berpihak secara politis, kesadaran global, mengagumi diri sendiri, menghormati
yang lain, kesanggupan untuk kebenaran dan keadilan, martabat dan ber
perikemanusiaan.
3)
Kesatuan
Indonesia. Prinsip ini mempromosikan nasionalisme, kasih untuk bangsa dan tanah
airnya, dan kebutuhan untuk selalu membantu perkembangan kesatuan nasional dan
mempromosikan integritas nasional.nasionalisme "Pancasila" meminta
penghapusan oleh perasaan keunggulan berdasar pada ethnik, leluhur, atau wama
kulit. Simbol Negara Indonesia itu menekankan prinsip dari "Bhinneka
Tunggal Ika", yang bermakna "Kesatuan dalam keanekaragaman."
Di dalam hidup yang sehari-hari, berbagai
perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat tidak menjadi rintangan-rintingan bagi
kesatuan dan integ,ritas milik bangsa tersebut. Tujuan yang terakhir dari
kepercayaan adalah pemeliharaan keselarasan nasional dan dunia ketertiban
didasarkan pada kebebasan, keadilan, dan kedamaian. Indonesia menghargai arti
dari aplikasi prinsip dasar Unity in Diversity, dan percaya bahwa minat dan
keselamatan bangsa tersebut dan negeri yang harus ditempatkan di depan minat
atau keselamatan dari individu atau kelompok-kelompok.
Nasionalis seperti itu yang melihat kekuatan
di dalam keaneka ragaman dan percaya akan kesatuan denii kepentingan
keseluruhan juga diharapkan untuk bersifat patriotik, rendah hati, diri
sendiri, mengorbankan. berani, tenang, dan bertanggung jawab.
4)
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hidmat kebijakasaan dan permusyarwaratan perwakilan. Prinsip
ini menekankan demokrasi "Pancasila" adalah demokrasi yang diilhami
oleh integrasi prinsip-prinsip selain dari "Pancasila", arti yang
digunakan dari hak yang demokratis harus selalu disertai oleh nilai-nilai yang
berperikemanusiaan, pemeliharaan dan perkuatan kesatuan nasional, dan
usaha-usaha untuk mewujudkan keadilan.
Tujuan terakhir dari kepercayaan ini adalah
"untuk menetapkan, memelihara, dan memperbaiki sebuah
"konsensus" demokrasi demi keselarasan dan pengembangan bangsa dan
negeri. Indonesia percaya bahwa dalil yang berikut adalah benar:
"orang-orang adalah kedaulatan", dan mereka menyimpan kedaulatan
mereka dalam dewan wakil mereka. Setiap orang diharapkan untuk memiliki keyakinan
di dalam masyarakat, dan untuk percaya akan persamaan, obyektifitas, dan
kejujuran.
5)
Keadilan
bagi seluruh warga negara indonesia. Prinsip ini mengarahkan ke distribusi
kesejahteraan di antara orang-orang, bukan di dalam suatu cara yang statis,
hanya di suatu cara progresif dan dinamis. Ini berarti bahwa semua potensi
sumber alam dan manusia negeri harus digunakan untuk membawa kebahagiaan yang
mungkin menjadi yang terbesar kepada semua orang. Keadilan menyiratkan
perlindungan untuk yang lemah, tetapi yang lemah perlu kerja menurut
kemampuan-kemampuan mereka. Perlindungan diberikan untuk mencegah kearbitreran
dari yang kuat dan untuk memastikan kehadiran dari keadilan.
Tujuan yang terakhir dari prinsip ini adalah keselarasan sosial dan
kesejahteraan. Setiap individu, Indonesia percaya bahwa keadilan mulai dengan
kewajiban mereka sendiri untuk mengejar keadilan untuk yang lain. Mereka juga
percaya bahwa keadilan didasarkan pada norma-norma yang sama yang dimulai dari
hubungan-hubungan keluarga dan menstimulasi pertumbuhan hubungan-hubungan
keluarga.
Setiap orang perlu bekeija untuk keadilan dan martabat sosial, dan
bekerja untuk mendayagunakan. Pekerjaan ini memerlukan kerendahan hati
ketulusan, yang mulia, dan ketaatan. Untuk mencapai integritas sosial, keterbukaan,dan
rasa hormat di lingkungan keluarga bersifat penting.
Konstitusi 1945. Topik ini dirancang untuk menstimulasi kesediaan Para
pelatih untuk memahami wujud dan struktur dari pemerintah, pesan dari
orang-orang pemerintah itu dan hak-hak dan tugas-tugas setiap warganegara. Topik
ini mulai dengan fakta bahwa konstitusi Republik Indonesia biasanya dikenal
sebagai "UUD 1945 " karena konstitusi itu dibuat garis besar dan
diadopsi pada 1945, ketika Republik itu berdiri; Untuk membedakannya dari dua konstitusi
yang lain: yang pernah berlaku di dalam Indonesia merdeka dan juga karena
prinsip-prinsip dari konstitusi ini menyatakan satu gagasan untuk mencoba
mencapai kemerdekaan yang diprokiamirkan padal 7Agustus 1945, dan yang telah
dipertahankan sesudah itu. Konstitusi ini membawa semangat revolusioner dan
vitalitas zaman itu. Konstitusi itu pada hakekatnya diilhami oleh semangat dari
kesatuan Indonesia dan sasaran yang berikut: demokrasi yang dibangun atas
gotong royong, kpennusyawarahan antara wakil-wakil, dan konsensus.
Konstitusi Republik Indonesia (sebelum beberapa tambahan oleh amandement
2000-2004) terdiri atas 37 artikel, 4 anak kalimat transisi, dan 2 provisi
tambahan, dan itu didahului oleh suatu Pembukaan. Pembukaan mempunyai 4 alinea
yang berisi suatu pengutukan tentang segala wujud dari kolonialisme di dalam
dunia, satu dukungan perjuangan Indonesia kemerdekaan, deklarasi kemerdekaan
itu dan suatu pernyataan dari tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip pokok Indonesia.
Negara Indonesia Merdeka hams berwujud republik di mana dalam kedaulatan
menjadi hak setiap orang-orang. Basis Pembukaan pemerintah Indonesia di
prinsipprinsip filosofis tertentu, yakni, "Pancasila".
Hal ini dimaksudkan untuk melindungi keseluruhan orang-orang dan seluruh
wilayah-wilayah mereka, untuk membantu kesejahteraan umum, untuk mengembangkan
cendekiawan hidup bangsa, dan untuk berperan untuk kebebasan dunia, damai, dan
keadilan (dikutip, diterjemahkan, dan yang ditafsirkan dari Books I, II, dan
III -1979).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar